Senin, 26 Juni 2017

PENGELOLAAN KELAS
Kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar efektif di dalam kelas. Para pakar dalam bidang manajemen kelas melaporkan bahwa ada perubahan dalam pemikiran tenntang cara terbaik untuk mengelola kelas. Pandangan lama menekankan pada penciptaan dan pengaplikasian aturan untuk mengontrol tindak tanduk murid. Pandangan yang baru memfokuskan pada kebutuhan murid untuk mengembangkan hubungan dan kesempatan untuk menata diri.

Tujuan Manajemen Kelas:
  • Mewujudkan situasi dan kondisi kelas yang baik
  • Menghilangi hambatan yang dapat menghalangi interaksi
  • Menyediakan dan mengatur fasilitas
  • Membina dan membimbing sesuai dengan latar belakang siswa

Kunci dalam Manajemen Kelas di awal masa sekolah ialah menyampaikan aturan dan prosedur yang digunakan kepada kelas dan menagajak siswa belajar efektif.
Dampak kepada siswa:
  1. Mendorong siswa mengembangkan tanggung jawab
  2. Membantu siswa menampilkan tingkah aku sesuai tata tertib kelas
  3. Menimbulkan rasa kewajiban sesuai dengan aktivitas kelas
  4. Membantu siswa Menghabiskan waktu untuk belajar
  5. Mencegah siswa mengalami problem akademik dan emosional

Bagi Guru:
  1. Mengembangkan pengertian dan kerapian dalam memelihara kelancaran kelas
  2. Memilih kesadaran terhadap kebutuhan siswa dan mengembangkan potensi
  3. Memberikan respon secara efektif.

Strategi yangdilakukan dalam Manajemen Kelas:
  1. Mendesain lingkungan fisik kelas
 

Tip-tip Penataan Kelas
  • Pastikan area ruang kelas didefenisikan dengan baik.
  • Tata jalan tempat lalu-lalang dan tempat penyimpanan.
  • Menata ulang kelasa adalah sesuatu yang menyegarkan. Cari sudut pandang yang berbeda untuk menempatkan orang dan barang.
  • Materi harus disimpan di tempat yang sama sepanjang tahun ajaran.
  • Kelas harus terang dan menyenangkan dengan banyak materi dan kenangan sekolah yang bisa dibaca dan dilihat siswa.
  • Meletakkan meja dan podium si satu sudut depan kelas.
  • Saat menjalin kontak dengan setiap siswa terkadang berjalan mengelilingi kelas, selalu memastikan guru bisa ditatap siswa saat mengajukan pertanyaan.
  • Membuat area kecil dimana semua siswa dapat duduk di satu kelompok, member siswa kesempatan untuk berkembang dan mendorong pembelajarann mata pelajaran tertentu.

  1. Menciptakan lingkungan yang positif
  • Gaya manajemen kelas otoritarian adalah gaya yang restriktif dan punitif. Fokus utamanya adalah menjaga ketertiban di kelas, bukan pada pengajaran dan pembelajaran.
  • Gaya manajemen kelas yang permisif member banyak otonomi pada murid tapi tidak memberi banyak banyak dukungan untuk pengembangan keahlian pembelajaran atau pengelolaan perilaku mereka.
  1. Membangun dan menegakkan aturan
  2. Mengatasi problem secara efektif
  3. Menggunakan strategi komunikasi
  • Menggunakan tata bahasa dengan benar
  • Memilih kosakata yang gampang dipahami dan tepat bagi level kelas siswa
  • Menerapkan strategi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami apa yang dikatakan, seperti menekankan pada kata-kata kunci, mengulang penjelasan, atau memantau pemahaman siswa
  • Berbicara dengan tempo yang tepat, tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat
  • Tidak menyampaikan hal-hal yang kabur
  • Menggunakan perencanaan dan pemikiran logis sebagai dasar untuk berbicara secara jelas dikelas

  1. Mengelola aktivitas kelas secara efektif
  • Menunjukkan seberapa jauh siswa “mengikuti”
  • Atasi situasi tumpang-tindih secara efektif
  • Menjaga kelancaraan dan kontinuitas pelajaran
  • Libatkan siswa dalam berbagai aktivitas yang menantang


PENDIDIKAN PRA SEKOLAH

A.      Mengenal Pendidikan Anak
Pendidikan pra sekolah adalah pendidikan yang diberikan kepada anak-anak balita sebelum masuk sekolah taman kanak-kanak atau pendidikan dasar pertama yaitu sekolah dasar (SD). Sistem pendidikan ini juga sering dinamakan dengan pendidikan usia dini atau PAUD. Sistem pendidikan pra sekolah ini pertama kali dikenal oleh masyarakat ketika mereka mulai menyadari arti pentingnya mendidik anak sejak dini. Sehingga penyelenggaraannya juga lebih sering dilakukan oleh masyarakat sendiri melalui berbagai macam organisasi seperti PKK atau Lembaga Swadaya Masyarakat lain yang bergerak di bidang pendidikan.
Adapun tujuan utama dari pendidikan pra sekolah adalah untuk mengembangkan tingkat kecerdasan dan mental baik secara fisik dan rohani, serta membentuk karakter anak agar bisa mengatur perasaan emosi serta punya jiwa sosial yang tinggi. Sehingga ketika mereka masuk pada tingkat pendidikan dasar pertama, anak-anak bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan lebih mandiri.
Mendidik anak sejak dini memang memang perlu melibatkan masyarakat umum bukan sekedar menjadi tugas orangtua semata. Karena rentang usia antara nol hingga enam tahun adalah masa emas dimana otak anak mengalami perkembangan yang sangat pesat hingga mencapai 80%. Pada usia ini anak dengan mudah menyerap berbagai informasi melalui obyek yang dilihat dan diamati.
Namun pada usia ini pula anak belum bisa membedakan mana info yang baik dan yang tidak baik bagi mereka. Dan yang tidak boleh dilupakan, anak-anak ini ketika melakukan pengamatan tidak terbatas pada lingkup keluarganya saja, namun sudah mulai merambah pada lingkungan luar rumah. Dari sini sistem pendidikan pra sekolah untuk mendidik anak sejak dini yang diadakan akan punya peran yang penting.
Sebab pendidikan pra sekolah atau PAUD akan mengajarkan pada anak untuk memilih mana info yang boleh dijadikan contoh dan info yang tidak boleh diserap. Sehingga mereka sudah bisa membedakan perbuatan yang baik dan perbuatan yang merupakan pelanggaran serta tidak boleh ketika masuk pada pendidikan dasar pertama.
Adapun pelajaran yang diberikan pada sistem pendidikan pra sekolah tidak hanya melalui perkataan saja, namun justru lebih mementingkan pada bentuk-bentuk permainan edukatif dan kandungan moral yang tinggi. Jadi anak tidak akan merasa terbebani dan tetap bisa melewati masa kanak-kanaknya yang penuh kegembiraan bersama teman-teman sebayanya.

      1.      Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Prasekolah
Pada perosesnya anak memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan berbagai kegiatan jasmani. Pada usia tiga tahun anak mampu melakukan berbagaigerkan-gerakan yang telah bagus, seperti melempar menaiki tangga dan berlari.Sebagai orang tua dan guru harus memiliki potensi untuk mendorong untuk  perkembangan koqnitif dan motorik anak tersebut. Dengan demikian perlu adanya perencanaan pendidikan untuk anak Prasekolah sehingga kognitif dan motorik anak dapat terarahkan dengan baik.Untuk merancang pendidikan anak, para orang tua dan guru perrlu berpikir agar tidak terlalu banyak menuntut keterampilan di luar kemampuan anak. Setiap harianak-anak membutuhkan latihan kegiatan jasmani yang disertai kebugaran danaktivitas yang tinggi, tetapi kecendrungan anak saat ini lebih banyak melakukankegiatan pasif seperti menonton atau duduk diam di bangku atau kursi.Dengan demikian perencaan yang harus dilakukan guru dan orang tua untuk mendorong perkembangan jasmani anak-anak antara lain:
·         memberikan kesempatan kepada anak untuk bermain
·         menyediakan fasilitas yang merangsang pergerakan motorik kasar dan halus.

      2.      Keteraturan dan Ketidak Teraturan Perkembangan Anak Prasekolah
Dari konsepnya guru mempunyai kecenderungan memperlakuklan anak didiknyadengan perlakukan rata-rata atau sedikit di atas rata-rata. Walaupun ada di antaranyaguru yang sedikit menyimpang, akan tetapi dalam beberapa hal masih dapat diterima.
·           Perbedaan yang ada di antara anak-anak biasanya adalah dalam betuk budaya, bahasa, sosial dan perbedaan atau kelainan yang ditemukan.
·           perbedaan budaya, setiap kelompok manusia di dalam suatu masyrakat mempunyai nilai budaya yang khas sifatnya. Budaya dapat diartikan sebagaisikap dan tigkah laku yang telah dipelajari dan dimiliki sekelompok orang.
·           perbedaan bahasa, jika anak bebeda dari segi budaya maka seringkali mereka juga berbeda dari segi bahasa yang dipergunakan. Misalnya anak memiliki kemampuan retorika berbahasa indonesia yang berbeda, ini juga dapatmenyebabkan anak menjadi malu dan terhambat perkembangan sosialnya.
·           perbedaan kelas sosial ekonomi, dari hasil penelitian ditemukan bahawa ada perbedaan yang sagat signifikan dalam tugas akademik antara anak yang berasal dari keluarga kurang mampu dengan anak dari keluarga yang lebihmampu. Perbedaan ini pada dasarnya bukan berasal dari keturunan (heraditas),namun sering dikatakan dengan pengaruh lingkungan.

Ciri Anak Prasekolah atau TK – Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial, dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma- norma kehidupan bermasyarakat.
Dalam proses perkembanganya ada ciri-ciri yang melekat dan menyertai periode anak tersebut. Menurut Snowman (1993 dalam Patmonodewo, 2003) mengemukakan ciri-ciri anak prasekolah (3-6 tahun) yang biasanya ada TK. Ciri-ciri anak TK dan prasekolah yang dikemukakan meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif.
1)      Ciri Fisik Anak Prasekolah Atau TK.
Penampilan maupun gerak gerik prasekolah mudah dibedakan dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya. Anak prasekolah umumnya aktif. Mereka telah memiliki penguasaan atau kontrol terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri. Setelah anak melakukan berbagai kegiatan, anak membutuhkan istirahat yang cukup, seringkali anak tidak menyadari bahwa mereka harus beristirahat cukup. Jadwal aktivitas yang tenang diperlukan anak.
2)      Ciri Sosial Anak Prasekolah atau TK
Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti, mereka umumnya dapat cepat menyesuaikan diri secara sosial, mereka mau bermain dengan teman. Sahabat yang dipilih biasanya yang sama jenis kelaminnya, tetapi kemudian berkembang sahabat dari jenis kelamin yang berbeda.
Anak lebih mudah seringkali bermain bersebelahan dengan anak yang lebih besar. Parten (1932) dalam social participation among praschool children melalui pengamatannya terhadap anak yang bermain bebas di sekolah, dapat membedakan beberapa tingkah laku sosial:
      a)      Tingkah laku unoccupied anak tidak bermain dengan sesungguhnya. Ia mungkin berdiri di      sekitar anak lain dan memandang temannya tanpa melakukan kegiatan apapun.
      b)      Bermain soliter anak bermain sendiri dengan menggunakan alat permainan, berbeda dari apa
            yang dimainkan oleh teman yang berada di dekatnya, mereka berusaha untuk tidak saling    berbicara.
      c)      Tingkah laku onlooker anak menghasilkan tingkah laku dengan mengamati. Kadang memberi             komentar tentang apa yang dimainkan anak lain, tetapi tidak berusaha untuk bermain   bersama.
      d)     Bermain pararel anak-anak bermain dengan saling berdekatan, tetapi tidak sepenuhnya bermain           bersama dengan anak lain, mereka menggunakan alat mainan yang sama, berdekatan tetapi    dengan cara tidak saling bergantung.
      e)      Bermain asosiatif anak bermain dengan anak lain tanpa organisasi. Tidak ada peran tertentu,   masing-masing anak bermain dengan caranya sendiri-sendiri.
      f)       Bermain Kooperatif anak bermain dalam kelompok di mana ada organisasi. Ada         pemimpinannya, masing-masing anak melakukan kegiatan bermain dalam kegiatan, misalnya main toko-tokoan, atau perang-perangan.
3)      Ciri Emosional Anak Prasekolah atau TK
Anak TK cenderung mngekspreseikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut.
Iri hati pada anak prasekolah sering terjadi, mereka seringkali memperebutkan perhatian guru.
4)      Ciri Kognitif Anak Prasekolah atau TK
Anak prasekolah umumnya terampil dalam berbahasa. Sebagian dari mereka senang berbicara, khususnya dalam kelompoknya, sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara, sebagian dari mereka dilatih untuk menjadi pendengar yang baik.
Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi dan kasih sayang. Ainsworth dan Wittig (1972) serta Shite dan Wittig (1973) menjelaskan cara mengembangkan agar anak dapat berkembang menjadi kompeten dengan cara sebagai berikut:
      a)     Lakukan interaksi sesering mungkin dan bervariasi dengan anak.
      b)     Tunjukkan minat terhadap apa yang dilakukan dan dikatakan anak.
      c)     Berikan kesempatan kepada anak untuk meneliti dan mendapatkan kesempatan dalam banyak  
         hal.
Berikan kesempatan dan dorongan maka untuk melakukan berbagai kegiatan secara mandiri.
       a)      Doronglah anak agar mau mencoba mendapatkan ketrampilan dalam berbagai tingkah laku.
       b)     Tentukan batas-batas tingkah laku yang diperbolehkan oleh lingkungannya.
       c)      Kagumilah apa yang dilakukan anak.
       d)     Sebaiknya apabila berkomunikasi dengan anak, lakukan dengan hangat dan dengan ketulusan
          hati.

DAFTAR PUSTAKA


PEDAGOGI DAN ANDRAGOGI

PEDAGOGI DAN ANDRAGOGI
1. Perbedaan Pedagogi dan Andragogi
Andragogi
Pedagogi
1. Pembelajar disebut “peserta didik” atau “warga belajar”
1. Pembelajar disebut “siswa” atau  “anak      
   didik”
2. Gaya belajar independen
2. Gaya belajar dipenden
3. Tujuan fleksibel
3. Tujuan ditentukan sebelumnya
4. Diasumsikan bahwa peserta didi memiliki
    pengalaman untuk berkontribusi
4. Diasumsikan bahwa siswa tidak
   berpengalaman dan/atau kurang informasi
5. Menggunakan metode pelatihan aktif
5. Metode pelatihan pasif
6. Pembelajar memengaruhi waktu dan kecepatan
6. Guru mengontrol waktu dan kecepatan
7. Keterlibatan atau kontribus peserta sangat
    penting
7. Peserta berkontribusi sedikit pengalaman
8. Belajar terpusat pada masalh kehidupan nyat.
8. Belajar berpusat pada isi ataupengetahuan
    teoritis
9. Peserta dianggap sebagai sumberdaya utama
    untuk ide-ide dan contoh
9. Guru sebagai sumber utama yang
    memberikaan ide-ide dan contoh
Malcorn S. Knowles secara lebih rinci menyajikan asumsi dan proses pedagogi untuk dibedakan dengan andragogi. asumsi dan proses dimaksud disajikan berikut ini.

Asumsi Andragogi
Asumsi Pedagogi
1. Konsep-diri
1. peningkatan arah diri atau
   kemandirian
1. Ketergantungan diri
2. Pengalaman
2. Pelajar merupakan sumber
   daya yang kaya untuk belajar
2. Berharga kecil
3. Kesiapan
3. Tugas perkembangan: untuk
    belajar
3. Tugas perkembangan;
    tekanan sosial.
4. Perspektif
4. Kecepatan aplikasi
4. Aplikasi ditunda
5. Orientasi untuk belajar
5. Berpusat pada masalah
5. Berpusat pada substansu
    mata pelajaran
6. Iklim belajar
6. Mutualitas/pemberian
    pertolongan, rasa hormat,
    kolaborasi, dan informasi
6. Berorientasi otoritas, resmi,
   dan kompetitif
7. Perencanaan
7. Reksa (mutual) diagnosis diri
7. Oleh guru
8. Perumusan tujuan
8. Reksa negoisasi
8. Oleh guru
9. Desain
9. Diurutkan dalam hal kesiapan
    unit masalah.
9. Logika materi pelajaran, unit
   konten
10.Kegiatan
10. Teknik pengalaman
     (penyelidikan)
10. Teknik pelayanan
11. Evaluasi
11. Reksa diagnosis-kebutuhan
      dan reksa program
      pengukuran.
11.  Oleh guru

2. Antonim Pedagogi
Andragogi adalah antonim atau kata yang berlawanan makna dengan pedagogi. Dalam pedagogi mucul kekhwatiran dengan transmisi konten, sementara pada andragogi fokus perhatian pada bagaimana memfasilitasi akuisisi konten. Andragogi adalah teori yang menjelaskan metode spesifik yang harus digunakan dalam pendidikan orang dewasa.  Sebagai antonym pedagogi, praksis andragogi didasari atas asumsi seperti berikut ini.
  1. Pelajar atau waga belajar bergerak menuju kemerdekaan dan mengarahkan dirinya sendiri. Pendidik atau guru mendorong dan memelihara gerakan ini.
  2. Pengalaman belajar adalah sumber yang kaaya untuk belajar bagi siswa atau warga belajar dewasa. Oleh karena itu, metode pengajaran termasuk diskusi, bersifat pemecahan masalah.
  3. Orang-orang dewasa mempelajari apa yang perlu mereka ketahui, sehingga program belajar diorganisasi di sekitar aplikasi kehidupan mereka.
  4. Pengalaman belajar harus didasarkan sekitar pengalaman, karena kinerja orang terpusat dalam pembelajaran mereka.
Andragogi mengisyaratkan bahwa pelajar dewasa terlibat dalam identifikasi kebutuhan beljar mereka dan prencanaan bagaimana kebutuhan-kebutuhan tersebut bisa dipenuhinya. Belajar bagi orang dewasa harus menjadi aktif, bukan proses ppasif. Manusia dewasa belajar paling efektif bila peduli dengan memecahkan masalah-masalah yang oleh mereka dipandang memiliki relevansi dengan pengalaman sehari-hari mereka.

3. Pergeseran Konsep
Di era informasi ini implikasi pergeseran konsepsi pembelajaran berpusat pada guru ke berpusat pada sisa merupakan fenomena pendidikan yang megejutkan. Keduanya ada dalam realitas dan sering kali terpaksa seperti itu. Kata “berpusat” dalam kerangka “berpusat pada guru” atau “berpusat pada siswa” mestinya dipahami sebagaimana yang dominan pada situasi bagaimana dan untuk tujuan apa. Ketika guru harus memberi penjelasan, tidak bisa dihindari fenomena “berpusat pada guru”. Ketika siswa mengerjakan tugas-tugas, secara otomatis akan terjadi tindakan “berpusat pada siswa”. Ketika mereka sedang melakukan “kontrak belajar”, hampir dipastikan keduanya menjadi “pusat”, demikian juga pada saat guru/instruktur dan siswa/warga belajar berdiskusi untuk mneyepakati jadwal belajar, paasti keduanya akan menjadi “pusat”, karena bermaksud menemukan kesepakatan bersama.
Namun demikian, menunda atau menekan langkah untuk melakukan pergeseran dari “berpusat pada guru” ke “berpusat pada siswa” akan memperlambat kemampuan kita untuk mempelajari teknologi baru dan mendapatkan keuntungan kompetitif. Mengapa demikian Dlam banyak kasus, siswa dengan latar belakang keluarga tertentu biasanya lebih memiliki akses teknologi kertimbang sebagian dari gurunya.

Total Tayangan Halaman

About me

Pages

Flickr Images

Like us on Facebook