Sabtu, 08 April 2017

MOTIVASI DAN PROSES KOGNITIF


A. Motivasi
            Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku.

B. Perspektif tentang Motivasi
            Perspektif psikologis menjelaskan motivasi dengan cara yang berbeda berdasarkan perspektif yang berbeda pula. Ada empat perspektif motivasi:
1.      Perspektif Behavioral
Perspektif  Behavioral menekankan imbalan dan hukuman eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi. Intensif adalah peristiwa atau stimuli positif atau negatif yang dapat memotivasi perilaku murid. Pendukung penggunaan intensif menekankan bahwa intensif menambah minat atau kesenangan pada pelajaran, dan mengarahkan perhatian pada perilaku yang tepat dan manjauhkan mereka dari perilaku yang tidak tepat.
2.      Perspektif Humanistis
Perspektif humanistis menekankan pada kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian, kebebesan untuk memilih nasib mereka, dan kualitas positif (seperti peka terhadap orang lain). Perspektif ini berkaitan erat dengan pandangan Abraham Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dahulu sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi. Menurut hierarki kebutuhan Maslow, kebutuhan individual harus dipuaskan dalam urutan sebagai berikut
Menurut Maslow, misalnya, murid harus memuaskan kebutuhanmakan sebelum mereka dapat berprestasi.
Aktualisasi diri, kebutuhan tertinggi dan sulit dalam hierarki Maslow, diberi perhatian khusus. Aktualisasi diri adalah motivasi untuk mengembangkan potensi diri secara penuh sebagai manusia. Menurut Maslow, aktualisasi diri dimungkinkan hanya setelah kebutuhan yang lebih rendah telah  terpenuhi. Maslow memperingatkan bahwa kebanyakan orang berhentii menjadi dewasa setelah mereka mengembangkan level harga diri yang tinggi dan karenanya tak penuh sampai ke aktualisasi diri.
3.      Perspektif Kognitif
Menurut perspektif kognitif, pemikiran murid akan memandu motivasi mereka. Belakangan ini muncul minat besar pada motivasi menurut perspektif kognitif. Minat ini berfokus pad aide-ide seperti motivasi internal murid untuk mencapai sesuatu, atribusi mereka (persepsi tentang sebab-sebab kesuksesan dan kegagalan, terutama persepsi bahwa usaha adalah faktor penting dalam prestasi), dan keyakinan mereka bahwa mereka dapat mengontrol lingkungan mereka secara efektif. Perspektif kognitif juga menekankan arti penting dari penentuan tujuan, perencanaan dan monitoring kemajuan menuju suatu tujuan. Perspektif Kognitif merekomendasikan agar muid lebih banyak kesempatan dan tanggung jawab untuk mengontrol hasil prestasi mereka sendiri.
           Perspektif kognitif tentang motivasi sesuai dengan gagasan R.W White(1959),  yang mengusulkan konsep motivasi kompetensi, yakni ide bahwa orang termotivasi untuk menghadapi lingkungan mereka secara efektif, menguasai dunia mereka, dan memproses informasi secara efisien.  
4.      Perspektif Sosial
Kebutuhan afiliasi atau keterhubungan adalah motif untuk berhubungan dengan oranglain secara aman. Ini membutuhkan pembentukan, pemeliharaan dan pemulihan hubungan personal yang hangat dan akrab. Kebutuhan afiliasi murid tercermin dalam motivasi mereka untuk menghabiskan waktu bersama teman, kawan dekat, kerterikatan mereka dengan orangtua, dan keinginan untuk menjalin hubungan positif dengan guru.
           Murid sekolah yang punya hubungan yang penuh perhatian dan suportif biasanya memiliki sikap akademik yang positif dan lebih senang bersekolah. Dalam sebuah studi berskala luas, salah satu faktor terpenting dalam motivasi dan prestasi adalah persepsi mereka mengenai apakah hubungan mereka dengan guru bersifat positif atau tidak.

C. Motivasi untuk meraih sesuatu
·         Motivasi Ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu
yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh intensif eksternal seperti imbalan dan hukuman.
·         Motivasi Intrinsik adalah motivasi internal untuk melaukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Ada dua jenis motivasi intrinsik yaitu: (1) motivasi intrinsik dari determinasi diri dan pilihan personal (2) motivasi intrinsik dari pengalaman optimal.
(1)   Motivasi intrinsik dari determinasi diri dan pilihan personal. Salah satu pandangan tentang motivasi intrinsic menekankan pada determinasi diri. Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka melakukan seuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal. Para periset menemukan bahwa motivasi internal dan minat intrinsic dalam tugas sekolah naik apabila murid punya pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka.
(2)   Pengalaman Optimal. Mihaly Csikszentminhalyi juga mengembangkan ide yang relevan untuk memahami  motivasi intrinsik. Dia mempelajari pengalaman optimal ini berupa lebih dari dua dekade. Orang melaporkan bahwa pengalaman optimal ini berupa perasaan senang dan bahagia yang besar. Csikszentminhaly menggunakan istilah flow untuk mendeskripsikan pengalaman  optimal dalam hidup. Dia menemukan bahwa pengalaman optimal itu kebanyakan terjadi ketika orang merasa  mampu menguasai dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas. Dia mengatakan bahwa pengalaman optimal ini terjadi ketika individu terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu mudah.

D. Proses Kognitif
            Diskusi tentang motivasi ekstrinsik dan intrinsik membuka jalan ke pengenalanan proses kognitif lainnya yang terlibat dalam memotivasi murid untuk belajar. Saat kita membahas empat proses kognitif lainnya, perhatikan bahwa perbedaan motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik tetap penting. Empat proses ini adalah (1) atribusi (2) motivasi untuk menguasai keahlian (3) self-efficacy (4) penentuan tujuan, perencanaan dan monitoring diri.
       1)      Atribusi. Teori atribusi menyatakan bahwa dalam usaha mereka memahami perilaku atau kinerjanya sendiri, orang-oramg termotivasi untuk menemukan seba-sebab mendasarinya. Atribusi adalah sebab-sebab yang dianggap menimbulkan hasil. Dalam satu cara teoritis atribusi mengatakan, “Murid adalah seperti ilmuwan intuitif, berusaha menjelaskan sebab-sebab di balik apa yang terjadi”. Pencarian sebab-sebab atau penjelasan ini lebih mungkin akan muncul jika kejadian yang tak diduga atau kejadian penting berakhir dengan  kegagalan, seperti ketika seorang murid mendapat nilai buruk. Beberapa hal yang kerap dianggap sebagai penyebab kesuksesan atau kegagalan adalah kemampuan, usaha, tingkat kesulitan, dan kemudahan tugas/soal, keberuntungan , suasana hati, dan bantuan atau rintangan dari orang lain.
            Bernard Weiner mengidentifikasi tiga dimensi atribut kausal: (1) lokus, apakah sebab itu bersifat eksternal atau internal bagi si aktor; (2) kemampuan, sejauh mana sebab-sebab itu tetap tidak bisa diubah atau dapat diubah; dan (3) daya kontrol, sejauh mana individu dapat mengontrol sebab tersebut.
(1)   Lokus. Persepsi murid tentang kesuksesan atau kegagalan sebagai akibat dari faktor internal atau eksternal yang memengaruhi harga diri murid.
(2)   Stabilitas. Persepsi murid terhadap stabilitas dari suatu sebab yang memengaruhi ekspektasi kesuksesannya. Jika ia menisbahkan hasil positif dengan sebab yang stabill (tetap, tak bisa diubah), maka dia akan memperkirakan keberhasilan di masa depan.
(3)   Daya Kontrol. Persepsi murid tentang daya control atas suatu sebab berhubungan dengan sejumlaah hasil emosional seperti kemarahan, rasa bersalah, rasa kasihan, dan malu.

       2)      Motivasi untuk menguasai. Yang berhubungan erat dengan ide tentang motivasi intrinsik dan atribusi adalah konsep motivasi penguasaan. Para periset menyebut penguasaan ini sebagai salah satu dari tiga tipe orientasi prestasi: penguasaan, tak berdaya, dan kinerja. Anak dengan orientasi untuk menguasai akan fokus pada tugas ketimbang pada kemampuan mereka, punya sikap positif (menikmati tantangan), dan menciptakan  strategi berorientasi solusi yang meningkatkan kinerja mereka. Anak dengan orientasi tak berdaya berfokus pada ketidakmampuan personal mereka, sering kali mereka mengatributkan kesulitan mereka pada kurangnya kemampuan, dan menunjukkan sikap negatif (termasuk kejemuan dan kecemasan).

        3)      Self-Efficacy. Pendekatan Behavioral dan Kognitif Sosial kita memperkenalkan konsep Self-Efficacy (keyakinan ada diri sendiri) menurut  Bandura, yakni keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai situasi dan memproduksi hasil positif. Bandura (1997,2000,2001) percaya bahwa self-efficacy adalah faktor penting yang memengaruhi prestasi murid. Self-Efficacy punya kesamaan dengan motivasi utnuk menguasai dan motivasi intrinsik. Self-Efficacy adalah keyakinan bahwa “Aku bisa”;  ketidakberdayaan adalah keyakinan bahwa ”Aku tidak bisa”. Murid dengan self-efficacy tinggi setuju dengan pernyataan “Saya tahu bahwa saya akan mampu menguasai materi ini” dan “Saya akan bisa mengerjakan tugas ini”

       4)      Penentuan Tujuan, Perencanaan, dan Monitoring Diri. Pendekatan Behavioral dan Kognitif sosial,” kita mendiskusikan sejumlah ide tentang pembelajaran regulasi diri (self-regulatory), yang terdiri dari penciptaan pemikiran sendiri, perasaan sendiri dan perilaku sendiri dalam rangka mencapai suatu tujuan.

Daftar Pustaka


Santrock, J. W. (2004). Psikologi Pendidikan, Edsi Kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

About me

Pages

Flickr Images

Like us on Facebook