Belajar dapat di defenisikan sebagai pengaruh permanen
atas perilaku, pengetahuan, dan keterampilan berpikir, yang diperoleh melalui
pengalaman.
Tidak semua yang kita tahu itu diperoleh melalui belajar.
Kita mewarisi beberapa kemampuan-kemampuan itu ada sejak lahir, tidak
dipelajari. Misalnya, kita tidak harus diajari untuk menelan makanan,
berteriak, atau berkedip saat silau. Tetapi, kebanyakan perilaku manusia tidak
diwariskan begitu saja. Belajar melibatkan perilaku akademik dan non-akademik.
Belajar berlangsung di sekolah dan di mana saja di seputar dunia anak.
Pendekatan untuk Belajar
·
Behavioral.
Pendekatan belajar yang kita diskusikan pada bagian pertama bab ini dinamakan
behavioral. Behaviorisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa perilaku harus
dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan proses mental. Menurut
kaum behavioris, perilaku adalah segala sesuatu yang kita lakukan dan bisa
dilihat secara langsung. Proses mental didefenisikan oleh psikolog sebagai
pikiran, perasaan, dan motif yang kita alami namun tidak bisa dilihat oleh
orang lain. Meskipun kita tidak bisa tidak bisa melihat pikiran, perasaan, dan
motif secara langsung, semua itu adalah sesuatu yang riil.
Menurut behavioris, pemikiran, perasaan,
dan motif ini bukan subjek yang tepat untuk ilmu perilaku sebab semuanya itu
tidak bisa diobservasi secara langsung. Pengkodisian klasik dan operan, yang
merupakan dua pandangan behavioral. Kedua pandangan ini menekankan pembelajaran
asosiatif, yang terdiri dari
pembelajaran bahwa dua kejadian saling terkait.
·
Kognitif. Dalam
buku ini kita akan mendiskusikan empat pendekatan kognitif utama untuk
pembelajaran: kognitif sosial; pemrosesan informasi kognitif; kontruktivis
kognitif; dan konstruktivis sosial. Pendekatan pertama kognitif sosial, yang
menekankan bagaimana faktor perilaku, lingkungan, dan orang (kognitif) saling
berinteraksi memengaruhi proses pembelajara. Pendekatan kedua, pemrosesan
informasi, menitikberatkan pada bagaimana anak memproses informasi melalui
perhatian, ingatan, pemikiran, dan proses kognitif lainnya. Pendekatan ketiga,
konstruktivis kognitif, menekankan konstruksi kognitif terhadap pengetahuan dan
pemahaman.
PENDEKATAN BEHAVIORAL UNTUK PEMBELAJARAN
Pendekatan behavioral menekankan arti penting dari
bagaimana anak membuat hubungan antara pengalaman dan perilaku, pendekatan
behavioris pertama yang akan kita bahas adalah pengkodisian klasik.
A. Pengkodisian Klasik
Pengkodisian Klasik
adalah tipe pembelajaran dimana suatu organisme belajar untuk mengaitkan
atau mengasosiasikan stimuli. Dalam pengkodisian klasik, stimuli netral
diasosiasikan dengan stimuli yang bermakna dan menimbulkan kapasitas untuk
mengeluarkan respon yang sama. Untuk memahami teori pengkodisian klasik Pavlov
kita harus memahami dua tipe stimuli dan dua tipe respons: unconditioned stimulus (US), unconditioned response (UR), conditioned stimulus (CS), dan conditioned
response (CR).
Unconditioned Stimulus (US)
adalah sebuah stimulus yang secara otomatis menghasilkan respons tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu. Unconditioned
Response (UR) adalah respons yang tidak dipelajari yang secara otomatis
dihasilkan oleh US. Sebuah Conditioned Stimulus (CS) adalah
stimulus yang sebelumnya netral yang akhirnya menghasilkan conditioned response setelah diasosiasikan dengan US. Conditioned
response (CR) adalah respons
yang dipelajari, yakni respons terhadap stimulus yang terkondisikan yang muncul
setelah terjadi pasangan US-CS.
·
Generalisasi,
Diskriminasi, dan Pelenyapan. Generalisai
dalam pengkodisian klasik adalah tendensi dari stimulus baru yang sama dengan conditioned stimulus yang asli untuk
menghasilkan respons yang sama. Diskriminasi dalam pengkondisian klasik terjadi ketika organisme meresponss
stimuli tertentu tetapi tidak merspons stimuli lainnya. Pelenyapan (extinction)
dalam pengkondisian klasik adalah pelemahan conditioned
response (CR) karena tidak adanya unconditioned
stimulus (US).
·
Desensitisasi
Sistematis. Terkadang kecemasan dan stress yang terkait dengan kejadian negatif
dapat dihilangkan dengan pengkondisian klasik. Desensitisasi sistematis adalah
sebuahmetode yang didasarkan pada pengkondisian klasik yang dimaksudkan untuk
mengurangi kecemasan dengan cara membuat individu mengasosiasikan relaksasi
dengan visualisasi situasi yang
menimbulkan kecemasan.
Desensitisasi
Sistematis melibatkan sebuah tipe counter
conditioning. Perasaan rileks yang dibayangkan murid (US) menghasilkan
relaksasi (UR). Murid kemudian mengasosiasikan isyarat yang menimbulkan
kecemasan (CS) dengan perasaan relaksasi. Relaksasi tersebut bertentangan
dengan keceemasan. Dengan memasangkan isyarat penghasil kecemasan dengan
relaksasi, dan secara bertahap menyusun hierarki, semua isyarat yang
menimbulkan kecemasan akan menghasilkan relaksasi (CR).
·
Mengevaluasi
Pengkodisian Klasik. Pengkondisian klasik membantu kita memahami beberapa aspek
pembelajaran dengan lebih baik. Cara ini membantu menjelaskan bagaimana
stimuli netral menjadi diasosiasikan
dengan respons yang tak dipelajari dan sukarela. Ini sangat membantu untuk
memahami kecemasan dan ketakutan murid. Namun, cara ini tidak efektif untuk
menjelaskan perilaku sukarela, seperti mengapa murid belajar keras untuk satu
mata pelajaran atau lebih menyukai sejarah ketimbang geografi. Untuk area ini,
mungkin pengkondisian operan akan lebih relevan.
B. Pengkondisian Operan
Pengkondisian Operan adalah sebentuk pembelajaran di mana
konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas
perilaku itu akan diulangi. Arsitek utama dari pengkondisian operan adalah B.F.
Skinner, yang pandangannya didasarkan pada pandangan E.L. Thorndike.
· Hukum Efek
Thorndike. Hukum efek Thorndike menyatakan
bahwa perilaku yang diikuti dengan hasil positif akan diperkuat dan bahwa
perilaku yang diikuti hasil negatif akan diperlemah. Pertanyaan utama untuk
Thorndike adalah bagaimana respons stimulus yang benar (S-R) ini menguat dan
akhirnya mengalahkan respons stimulus yang tidak benar. Menurut Thorndike,
asosiasi S-R yang tepat akan diperkuat, dan asosiasi yang tidak tepat akan
melemah, karena konsekuensi dari tindakan organism. Pandangan Thorndike disebut
teori S-R karena perilaku organisme itu dilakukan sebagai akibat dari hubungan
antara stimulus dan renspons.
·
Pengkondisian Operan
Skinner. Pengkondisian operan, dimana konsekuensi perilaku akan menyebabkan
perubahan dalam probabilita perilaku itu akan terjadi, merupakan inti dari
behaviorisme Skinner (1938). Konsekuensi-imbalan atau hukuman-bersifat
sementara (kontigen) pada perilaku organisme.
Penguatan
dan hukuman. Penguatan (reinforcement) adalahkonsekuensi yang meingkatkan
probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman
(punidhment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu
perilaku. Dalam penguatan positif, frekuensi respons meningkat karena diikuti
dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Dalam penguatan negatif, frekuensi
respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan
(tidak menyenangkan). Satu cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan
positif dan penguatan negatif adalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang
ditambahkan atau diperoleh. Dalam penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi
atau dihilangkan. Adalah mudah untuk mengacaukan penguatan negatif dan hukuman.
Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan negatif meningkatkan
probabilitas terjadinya suatu perilaku, sedangkan hukuman menurunkan probabilitas terjadinya perilaku.
Generalisasi,
diskriminasi, dan pelenyapan. Generalisasi dalam pengkondisian operan
berarti memberikan respons yang sama terhadap stimuli yang sama. Yang menarik
adalah sejauh mana perilaku digeneralisir dari situasi ke situasi lainnya.
Diskriminasi dalam pengkondisian operan berarti perbedaan di antara stimuli dan
kejadian lingkungan. Dalam pengkondisian operan, pelenyapan terjadi ketika
respons penguat sebelumnya tidak lagi diperkuat dan responnnya menurun.
Daftar Pustaka
Santrock, J. W. (2004). Psikologi Pendidikan edisi
kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar