A. Motivasi
Motivasi
adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku.
B. Perspektif tentang Motivasi
Perspektif
psikologis menjelaskan motivasi dengan cara yang berbeda berdasarkan perspektif
yang berbeda pula. Ada empat perspektif motivasi:
1.
Perspektif
Behavioral
Perspektif Behavioral menekankan imbalan dan hukuman
eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi. Intensif adalah peristiwa
atau stimuli positif atau negatif yang dapat memotivasi perilaku murid.
Pendukung penggunaan intensif menekankan bahwa intensif menambah minat atau
kesenangan pada pelajaran, dan mengarahkan perhatian pada perilaku yang tepat
dan manjauhkan mereka dari perilaku yang tidak tepat.
2.
Perspektif
Humanistis
Perspektif humanistis
menekankan pada kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian, kebebesan
untuk memilih nasib mereka, dan kualitas positif (seperti peka terhadap orang
lain). Perspektif ini berkaitan erat dengan pandangan Abraham Maslow bahwa
kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dahulu sebelum memuaskan kebutuhan
yang lebih tinggi. Menurut hierarki kebutuhan Maslow, kebutuhan individual
harus dipuaskan dalam urutan sebagai berikut
Menurut Maslow, misalnya, murid
harus memuaskan kebutuhanmakan sebelum mereka dapat berprestasi.
Aktualisasi diri, kebutuhan
tertinggi dan sulit dalam hierarki Maslow, diberi perhatian khusus. Aktualisasi
diri adalah motivasi untuk mengembangkan potensi diri secara penuh sebagai
manusia. Menurut Maslow, aktualisasi diri dimungkinkan hanya setelah kebutuhan
yang lebih rendah telah terpenuhi. Maslow
memperingatkan bahwa kebanyakan orang berhentii menjadi dewasa setelah mereka
mengembangkan level harga diri yang tinggi dan karenanya tak penuh sampai ke
aktualisasi diri.
3.
Perspektif
Kognitif
Menurut perspektif kognitif,
pemikiran murid akan memandu motivasi mereka. Belakangan ini muncul minat besar
pada motivasi menurut perspektif kognitif. Minat ini berfokus pad aide-ide
seperti motivasi internal murid untuk mencapai sesuatu, atribusi mereka
(persepsi tentang sebab-sebab kesuksesan dan kegagalan, terutama persepsi bahwa
usaha adalah faktor penting dalam prestasi), dan keyakinan mereka bahwa mereka
dapat mengontrol lingkungan mereka secara efektif. Perspektif kognitif juga
menekankan arti penting dari penentuan tujuan, perencanaan dan monitoring
kemajuan menuju suatu tujuan. Perspektif Kognitif merekomendasikan agar muid
lebih banyak kesempatan dan tanggung jawab untuk mengontrol hasil prestasi
mereka sendiri.
Perspektif kognitif tentang motivasi sesuai dengan gagasan
R.W White(1959), yang mengusulkan konsep
motivasi kompetensi, yakni ide bahwa orang termotivasi untuk menghadapi
lingkungan mereka secara efektif, menguasai dunia mereka, dan memproses
informasi secara efisien.
4.
Perspektif
Sosial
Kebutuhan afiliasi atau
keterhubungan adalah motif untuk berhubungan dengan oranglain secara aman. Ini
membutuhkan pembentukan, pemeliharaan dan pemulihan hubungan personal yang
hangat dan akrab. Kebutuhan afiliasi murid tercermin dalam motivasi mereka
untuk menghabiskan waktu bersama teman, kawan dekat, kerterikatan mereka dengan
orangtua, dan keinginan untuk menjalin hubungan positif dengan guru.
Murid sekolah yang punya hubungan yang penuh perhatian dan
suportif biasanya memiliki sikap akademik yang positif dan lebih senang
bersekolah. Dalam sebuah studi berskala luas, salah satu faktor terpenting
dalam motivasi dan prestasi adalah persepsi mereka mengenai apakah hubungan
mereka dengan guru bersifat positif atau tidak.
C. Motivasi untuk meraih sesuatu
·
Motivasi
Ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu
yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi
ekstrinsik sering dipengaruhi oleh intensif eksternal seperti imbalan dan
hukuman.
·
Motivasi Intrinsik
adalah motivasi internal untuk melaukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri
(tujuan itu sendiri). Ada dua jenis motivasi intrinsik yaitu: (1) motivasi intrinsik
dari determinasi diri dan pilihan personal (2) motivasi intrinsik dari
pengalaman optimal.
(1)
Motivasi intrinsik
dari determinasi diri dan pilihan personal. Salah satu pandangan tentang
motivasi intrinsic menekankan pada determinasi diri. Dalam pandangan ini, murid
ingin percaya bahwa mereka melakukan seuatu karena kemauan sendiri, bukan karena
kesuksesan atau imbalan eksternal. Para periset menemukan bahwa motivasi
internal dan minat intrinsic dalam tugas sekolah naik apabila murid punya pilihan
dan peluang untuk mengambil tanggung jawab personal atas pembelajaran mereka.
(2)
Pengalaman
Optimal. Mihaly Csikszentminhalyi juga mengembangkan ide yang relevan untuk
memahami motivasi intrinsik. Dia mempelajari
pengalaman optimal ini berupa lebih dari dua dekade. Orang melaporkan bahwa
pengalaman optimal ini berupa perasaan senang dan bahagia yang besar. Csikszentminhaly
menggunakan istilah flow untuk mendeskripsikan pengalaman optimal dalam hidup. Dia menemukan bahwa
pengalaman optimal itu kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu menguasai dan berkonsentrasi penuh saat
melakukan suatu aktivitas. Dia mengatakan bahwa pengalaman optimal ini terjadi
ketika individu terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit
tetapi juga tidak terlalu mudah.
D. Proses Kognitif
Diskusi
tentang motivasi ekstrinsik dan intrinsik membuka jalan ke pengenalanan proses
kognitif lainnya yang terlibat dalam memotivasi murid untuk belajar. Saat kita
membahas empat proses kognitif lainnya, perhatikan bahwa perbedaan motivasi
ekstrinsik dan motivasi intrinsik tetap penting. Empat proses ini adalah (1)
atribusi (2) motivasi untuk menguasai keahlian (3) self-efficacy (4) penentuan
tujuan, perencanaan dan monitoring diri.
1)
Atribusi. Teori atribusi
menyatakan bahwa dalam usaha mereka memahami perilaku atau kinerjanya sendiri,
orang-oramg termotivasi untuk menemukan seba-sebab mendasarinya. Atribusi adalah
sebab-sebab yang dianggap menimbulkan hasil. Dalam satu cara teoritis atribusi mengatakan,
“Murid adalah seperti ilmuwan intuitif, berusaha menjelaskan sebab-sebab di
balik apa yang terjadi”. Pencarian sebab-sebab atau penjelasan ini lebih
mungkin akan muncul jika kejadian yang tak diduga atau kejadian penting
berakhir dengan kegagalan, seperti
ketika seorang murid mendapat nilai buruk. Beberapa hal yang kerap dianggap
sebagai penyebab kesuksesan atau kegagalan adalah kemampuan, usaha, tingkat
kesulitan, dan kemudahan tugas/soal, keberuntungan , suasana hati, dan bantuan
atau rintangan dari orang lain.
Bernard Weiner mengidentifikasi tiga
dimensi atribut kausal: (1) lokus, apakah sebab itu bersifat eksternal atau
internal bagi si aktor; (2) kemampuan, sejauh mana sebab-sebab itu tetap tidak
bisa diubah atau dapat diubah; dan (3) daya kontrol, sejauh mana individu dapat
mengontrol sebab tersebut.
(1)
Lokus. Persepsi
murid tentang kesuksesan atau kegagalan sebagai akibat dari faktor internal atau
eksternal yang memengaruhi harga diri murid.
(2)
Stabilitas.
Persepsi murid terhadap stabilitas dari suatu sebab yang memengaruhi ekspektasi
kesuksesannya. Jika ia menisbahkan hasil positif dengan sebab yang stabill
(tetap, tak bisa diubah), maka dia akan memperkirakan keberhasilan di masa
depan.
(3)
Daya Kontrol.
Persepsi murid tentang daya control atas suatu sebab berhubungan dengan
sejumlaah hasil emosional seperti kemarahan, rasa bersalah, rasa kasihan, dan
malu.
2)
Motivasi untuk
menguasai. Yang berhubungan erat dengan ide tentang motivasi intrinsik dan
atribusi adalah konsep motivasi penguasaan. Para periset menyebut penguasaan
ini sebagai salah satu dari tiga tipe orientasi prestasi: penguasaan, tak
berdaya, dan kinerja. Anak dengan orientasi untuk menguasai akan fokus pada
tugas ketimbang pada kemampuan mereka, punya sikap positif (menikmati
tantangan), dan menciptakan strategi
berorientasi solusi yang meningkatkan kinerja mereka. Anak dengan orientasi tak
berdaya berfokus pada ketidakmampuan personal mereka, sering kali mereka
mengatributkan kesulitan mereka pada kurangnya kemampuan, dan menunjukkan sikap
negatif (termasuk kejemuan dan kecemasan).
3)
Self-Efficacy.
Pendekatan Behavioral dan Kognitif Sosial kita memperkenalkan konsep Self-Efficacy
(keyakinan ada diri sendiri) menurut Bandura,
yakni keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai situasi dan memproduksi hasil
positif. Bandura (1997,2000,2001) percaya bahwa self-efficacy adalah faktor
penting yang memengaruhi prestasi murid. Self-Efficacy punya kesamaan dengan
motivasi utnuk menguasai dan motivasi intrinsik. Self-Efficacy adalah keyakinan
bahwa “Aku bisa”; ketidakberdayaan adalah
keyakinan bahwa ”Aku tidak bisa”. Murid dengan self-efficacy tinggi setuju
dengan pernyataan “Saya tahu bahwa saya akan mampu menguasai materi ini” dan “Saya
akan bisa mengerjakan tugas ini”
4)
Penentuan
Tujuan, Perencanaan, dan Monitoring Diri. Pendekatan Behavioral dan Kognitif sosial,”
kita mendiskusikan sejumlah ide tentang pembelajaran regulasi diri
(self-regulatory), yang terdiri dari penciptaan pemikiran sendiri, perasaan
sendiri dan perilaku sendiri dalam rangka mencapai suatu tujuan.
Daftar Pustaka
Santrock, J. W. (2004). Psikologi Pendidikan, Edsi Kedua.
Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup.